Teuku Nyak Arif adalah Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga merupakan Residen/gubernur Aceh yang pertama periode 1945–1946. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh.
Kehidupan Awal
Teuku Nyak Arif dilahirkan di Ulee Lheue, 17 Juli 1899. Ayahnya, Teuku Nyak Banta yang mempunyai kedudukan sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Ibunya, Cut Nyak Rayeuk berasal dari Ulee Lheue.
Sejak masa kanak-kanak, Teuku Nyak Arif termasuk anak cerdas, berani dan mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin di antara teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun luar sekolah. Permainan paling disenangi Teuku Nyak Arif adalah sepak bola. Ia selalu menonjol sebagai bintang lapangan. Di samping berolah raga, Teuku Nyak Arif menyenangi kesenian. Ia dapat memainkan biola dengan baik. Ia bisa pula bermain sulap yang dipertunjukkan dalam pertemuan sesama teman, sebagai hiburan dan rekreasi.
Setelah menyelesaikan pelajaran di sekolah dasar/Sekolah Rakyat di Kutaraja (Banda Aceh sekarang), Teuku Nyak Arif dimasukkan oleh orang tuanya ke Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Jarak antara Banda Aceh dan Bukitinggi tidaklah dekat, apalagi saat itu hubungan belum lancar seperti sekarang. Menurut keyakinan orang tuanya, Teuku Nyak Arif di samping menuntut pengetahuan juga harus menambah pengalaman dengan bersekolah di daerah lain. Teuku Nyak Arif dalam usia sangat muda telah hidup berpisah dari orang tua, saudara-saudara dan keluarganya.
Selama bersekolah di Bukittinggi dari tahun 1908 sampai 1913, Teuku Nyak Arif termasuk anak yang pandai. Tiap tahun ia naik kelas dengan hasil yang memuaskan. Ia juga mempunyai banyak teman, baik di dalam maupun di luar sekolah. Direktur Sekolah Raja Bukittinggi, B.J. Visser sangat senang kepada Teuku Nyak Arif, karena ia termasuk anak yang pandai, sehingga selalu mendapat pujian. Teman-teman sedaerah dengan Teuku Nyak Arif yang bersekolah di Bukittinggi antara lain Teuku Ad, Teuku Moh. Ali dan Teuku Leman.
Nama baik Teuku Nyak Arif tersemat sebagai teladan yang indah dalam hati murid-murid Sekolah Raja yang berasal dari berbagai daerah Pulau Sumatera. Sifat dan sikapnya yang cekatan, tutur kata yang ringkas tetapi tegas menjadi perhatian di sekolah. Itulah sebabnya, ia disegani teman-teman seperguruan, terutama yang duduk di kelas lebih tinggi. Murid-murid Sekolah Raja lainnya yang berasal dari Aceh adalah T. Idris, T. Mahmud, T. Rayeuk, T. Rahman, T.M. Alibasya, T. Raja Ibrahim, T. Usman dan T. Said Abdul Aziz. Mereka ini mengakui martabat dan gengsi Teuku Nyak Arif.
Masa Pergerakan Nasional
Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator ulung walaupun selalu berbicara seperlunya saja. Sangat gemar membaca terutama yang menyangkut politik dan pemerintahan serta mendalami pengetahuan Agama. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau dalam usia muda ia telah giat dalam pergerakan.
Ia diangkat menjadi ketua National Indische Partij cabang Kutaraja pada tahun 1919. Setahun kemudian menggantikan Ayahnya sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Kemudian pada tahun 1927 Ia diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat Volksraad sampai dengan tahun 1931.
Teuku Nyak Arief merupakan salah seorang pendiri dan anggota dari Fraksi Nasional di Dewan Rakyat yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin. Dalam berbagai kesempatan yang diperolehnya ini Ia banyak memberikan sumbangan dalam bentuk perjuangan politik baik untuk kesejahteraan rakyat maupun kemerdekaan
Sejak tahun 1932 T. Nyak Arif memimpin gerakan dibawah tanah menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Teuku Nyak Arif aktif dalam kegiatan-kegiatan peningkatan pendidikan di Aceh, ia bersama Mr. Teuku Muhammad Hasan mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada tanggal 11 Juli 1937. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara ini, T. Nyak Arif menjadi sekretaris dengan ketuanya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Bersama Mr. T.M Hasan, ia ikut mempelopori berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah.
Pada tahun 1939 berdiri Persatuan Ulama Aceh, disingkat PUSA yang diketuai oleh Teungku Daud Beureu'eh. Pemuda-pemuda PUSA mengadakan hubungan dengan Jepang di Malaya sejak 1940 sampai 1942. Kemudian Jepang mempergunakan PUSA untuk melemahkan Belanda di Aceh dengan segala jalan. Teuku Nyak Arif prihatin melihat langkah-langkah PUSA dan menganggapnya sebagai suatu kemunduran bagi pergerakan nasional.
Masa Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Soekarno dan Hatta mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia lainnya, untuk mengadakan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan dipersiapkan dengan matang, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00 pagi diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia keseluruh pelosok tanah air. Namun berita proklamasi ini terlambat beberapa hari diterima di Aceh
Berita proklamasi kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis yang kemudian disampaikan pada Teuku Nyak Arief. Berita selanjutnya diterima melalui telegram dari Bukit Tinggi yang dikirim oleh Adionegoro. Teuku Nyak Arief memanggil tokoh-tokoh penting sesudah menerima berita tersebut. Dihadapan pemimpin-pemimpin itu Teuku Nyak Arief menyatakan sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia. dan dilakukanlah pengibaran Sang Merah Putih pada tanggal 24 Agustus 1945 didepan Kantor Polisi Kepang (Kantor Baperis sekarang) oleh para pegawai bangsa Indonesia.
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Teuku Nyak Arief diangkat menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (K.N.I) daerah Aceh. Untuk memikul biaya perang (perjuangan) yang semakin berat maka Teuku Nyak Arief menjual harta benda pribadinya termasuk segala perhiasan emas milik istrinya, demi kelancaran perjuangan untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatera Mr. Teuku Muhammad Hasan mengangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen Aceh
Perang Cumbok
Pada bulan Oktober 1945 utusan sekutu tiba di Kutaraja yang bernama Mayor Knotienbelt untuk membicarakan pendaratan Sekutu di Aceh dalam rangka melucuti senjata-senjata Jepang dan mengurus para tawanan perang. Residen Teuku Nyak Arief menolak rencana sekutu ini.
Memasuki bulan Desember 1945 Residen Teuku Nyak Arief sering digantikan oleh Tuanku Mahmud dan Teuku Panglima Polem Moh. Ali sebagai Wakil Residen. Hal ini diakibatkan karena residen sering mengadakan perjalanan dan peninjauan ke daerah-daerah, terutama di daerah yang kurang aman.
Desember 1945 terjadilah peristiwa perang Cumbok mengakibatkan perpecahan antara golongan bangsawan dan Ulama. Ulama ingin merebut tampuk pemerintahan dari golongan Uleebalang (bangsawan). Pada saat itu Teuku Nyak Arief merasa sedih ketika mendengar peritiwa tersebut, karena Ia telah berusaha mempersatukannya sejak zaman Hindia Belanda dan Jepang, dan berhasil. Namun perpecahan tidak mungkin dielakkan.
Ulama dibawah PUSA dan Pesindo berhasil menguasai Aceh, dan membunuh banyak Uleebalang, dan mengambil alih harta dan tanah mereka. Laskar Ulama (Mujahiddin) yang di dipimpin Husein Al Mujahid mempunyai ambisi untuk menggantikan residen Teuku Nyak Arif, dan mendapat dukungan dari TPR (Tentara Perlawanan Rakyat).
Teuku Nyak Arief di tangkap pada Januari 1946 oleh TPR. Penangkapan terhadap Teuku Nyak Arief dilakukan pada saat ia dalam keadaan sakit. Teuku Nyak Arief membiarkan dirinya untuk ditawan oleh laskar Mujahidin dan tentara perlawanan rakyat (TPR), dan meminta pasukan yang menjaganya untuk tidak memberi perlawanan. Kemudian ia dibawa ke Takengon dan ditahan di sana.
Mangkat
Dalam keadaan sakit Teuku Nyak Arief masih memikirkan tawanan lainnya dan keadaan rakyat Aceh pada umumnya. T. Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Ia sempat berpesan kepada keluarganya: "Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan di atas segala-galanya".
Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga di Lamreung, dua kilometer dari Lamnyong.
Penghargaan
Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974.
Kutipan
"Indonesia merdeka harus menjadi tujuan hidup kita bersama". (Disampaikan pada pidato bulan Maret 1945, dimana Teuku Nyak Arif menjadi Wakil Ketua DPR Seluruh Sumatra).
Teuku Nyak Arif |
Kehidupan Awal
Teuku Nyak Arif dilahirkan di Ulee Lheue, 17 Juli 1899. Ayahnya, Teuku Nyak Banta yang mempunyai kedudukan sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Ibunya, Cut Nyak Rayeuk berasal dari Ulee Lheue.
Sejak masa kanak-kanak, Teuku Nyak Arif termasuk anak cerdas, berani dan mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin di antara teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun luar sekolah. Permainan paling disenangi Teuku Nyak Arif adalah sepak bola. Ia selalu menonjol sebagai bintang lapangan. Di samping berolah raga, Teuku Nyak Arif menyenangi kesenian. Ia dapat memainkan biola dengan baik. Ia bisa pula bermain sulap yang dipertunjukkan dalam pertemuan sesama teman, sebagai hiburan dan rekreasi.
Setelah menyelesaikan pelajaran di sekolah dasar/Sekolah Rakyat di Kutaraja (Banda Aceh sekarang), Teuku Nyak Arif dimasukkan oleh orang tuanya ke Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Jarak antara Banda Aceh dan Bukitinggi tidaklah dekat, apalagi saat itu hubungan belum lancar seperti sekarang. Menurut keyakinan orang tuanya, Teuku Nyak Arif di samping menuntut pengetahuan juga harus menambah pengalaman dengan bersekolah di daerah lain. Teuku Nyak Arif dalam usia sangat muda telah hidup berpisah dari orang tua, saudara-saudara dan keluarganya.
Selama bersekolah di Bukittinggi dari tahun 1908 sampai 1913, Teuku Nyak Arif termasuk anak yang pandai. Tiap tahun ia naik kelas dengan hasil yang memuaskan. Ia juga mempunyai banyak teman, baik di dalam maupun di luar sekolah. Direktur Sekolah Raja Bukittinggi, B.J. Visser sangat senang kepada Teuku Nyak Arif, karena ia termasuk anak yang pandai, sehingga selalu mendapat pujian. Teman-teman sedaerah dengan Teuku Nyak Arif yang bersekolah di Bukittinggi antara lain Teuku Ad, Teuku Moh. Ali dan Teuku Leman.
Nama baik Teuku Nyak Arif tersemat sebagai teladan yang indah dalam hati murid-murid Sekolah Raja yang berasal dari berbagai daerah Pulau Sumatera. Sifat dan sikapnya yang cekatan, tutur kata yang ringkas tetapi tegas menjadi perhatian di sekolah. Itulah sebabnya, ia disegani teman-teman seperguruan, terutama yang duduk di kelas lebih tinggi. Murid-murid Sekolah Raja lainnya yang berasal dari Aceh adalah T. Idris, T. Mahmud, T. Rayeuk, T. Rahman, T.M. Alibasya, T. Raja Ibrahim, T. Usman dan T. Said Abdul Aziz. Mereka ini mengakui martabat dan gengsi Teuku Nyak Arif.
Masa Pergerakan Nasional
Teuku Nyak Arief dikenal sebagai orator ulung walaupun selalu berbicara seperlunya saja. Sangat gemar membaca terutama yang menyangkut politik dan pemerintahan serta mendalami pengetahuan Agama. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau dalam usia muda ia telah giat dalam pergerakan.
Ia diangkat menjadi ketua National Indische Partij cabang Kutaraja pada tahun 1919. Setahun kemudian menggantikan Ayahnya sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. Kemudian pada tahun 1927 Ia diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat Volksraad sampai dengan tahun 1931.
Teuku Nyak Arief merupakan salah seorang pendiri dan anggota dari Fraksi Nasional di Dewan Rakyat yang diketuai oleh Mohammad Husni Thamrin. Dalam berbagai kesempatan yang diperolehnya ini Ia banyak memberikan sumbangan dalam bentuk perjuangan politik baik untuk kesejahteraan rakyat maupun kemerdekaan
Sejak tahun 1932 T. Nyak Arif memimpin gerakan dibawah tanah menentang penjajahan Belanda di Aceh.
Teuku Nyak Arif aktif dalam kegiatan-kegiatan peningkatan pendidikan di Aceh, ia bersama Mr. Teuku Muhammad Hasan mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada tanggal 11 Juli 1937. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara ini, T. Nyak Arif menjadi sekretaris dengan ketuanya Mr. Teuku Muhammad Hasan.
Bersama Mr. T.M Hasan, ia ikut mempelopori berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah.
Pada tahun 1939 berdiri Persatuan Ulama Aceh, disingkat PUSA yang diketuai oleh Teungku Daud Beureu'eh. Pemuda-pemuda PUSA mengadakan hubungan dengan Jepang di Malaya sejak 1940 sampai 1942. Kemudian Jepang mempergunakan PUSA untuk melemahkan Belanda di Aceh dengan segala jalan. Teuku Nyak Arif prihatin melihat langkah-langkah PUSA dan menganggapnya sebagai suatu kemunduran bagi pergerakan nasional.
Masa Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Soekarno dan Hatta mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia lainnya, untuk mengadakan persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan dipersiapkan dengan matang, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00 pagi diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia keseluruh pelosok tanah air. Namun berita proklamasi ini terlambat beberapa hari diterima di Aceh
Berita proklamasi kemudian diterima oleh pemuda Gazali dan Rajalis yang kemudian disampaikan pada Teuku Nyak Arief. Berita selanjutnya diterima melalui telegram dari Bukit Tinggi yang dikirim oleh Adionegoro. Teuku Nyak Arief memanggil tokoh-tokoh penting sesudah menerima berita tersebut. Dihadapan pemimpin-pemimpin itu Teuku Nyak Arief menyatakan sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia. dan dilakukanlah pengibaran Sang Merah Putih pada tanggal 24 Agustus 1945 didepan Kantor Polisi Kepang (Kantor Baperis sekarang) oleh para pegawai bangsa Indonesia.
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Teuku Nyak Arief diangkat menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (K.N.I) daerah Aceh. Untuk memikul biaya perang (perjuangan) yang semakin berat maka Teuku Nyak Arief menjual harta benda pribadinya termasuk segala perhiasan emas milik istrinya, demi kelancaran perjuangan untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatera Mr. Teuku Muhammad Hasan mengangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen Aceh
Perang Cumbok
Pada bulan Oktober 1945 utusan sekutu tiba di Kutaraja yang bernama Mayor Knotienbelt untuk membicarakan pendaratan Sekutu di Aceh dalam rangka melucuti senjata-senjata Jepang dan mengurus para tawanan perang. Residen Teuku Nyak Arief menolak rencana sekutu ini.
Memasuki bulan Desember 1945 Residen Teuku Nyak Arief sering digantikan oleh Tuanku Mahmud dan Teuku Panglima Polem Moh. Ali sebagai Wakil Residen. Hal ini diakibatkan karena residen sering mengadakan perjalanan dan peninjauan ke daerah-daerah, terutama di daerah yang kurang aman.
Desember 1945 terjadilah peristiwa perang Cumbok mengakibatkan perpecahan antara golongan bangsawan dan Ulama. Ulama ingin merebut tampuk pemerintahan dari golongan Uleebalang (bangsawan). Pada saat itu Teuku Nyak Arief merasa sedih ketika mendengar peritiwa tersebut, karena Ia telah berusaha mempersatukannya sejak zaman Hindia Belanda dan Jepang, dan berhasil. Namun perpecahan tidak mungkin dielakkan.
Ulama dibawah PUSA dan Pesindo berhasil menguasai Aceh, dan membunuh banyak Uleebalang, dan mengambil alih harta dan tanah mereka. Laskar Ulama (Mujahiddin) yang di dipimpin Husein Al Mujahid mempunyai ambisi untuk menggantikan residen Teuku Nyak Arif, dan mendapat dukungan dari TPR (Tentara Perlawanan Rakyat).
Teuku Nyak Arief di tangkap pada Januari 1946 oleh TPR. Penangkapan terhadap Teuku Nyak Arief dilakukan pada saat ia dalam keadaan sakit. Teuku Nyak Arief membiarkan dirinya untuk ditawan oleh laskar Mujahidin dan tentara perlawanan rakyat (TPR), dan meminta pasukan yang menjaganya untuk tidak memberi perlawanan. Kemudian ia dibawa ke Takengon dan ditahan di sana.
Mangkat
Dalam keadaan sakit Teuku Nyak Arief masih memikirkan tawanan lainnya dan keadaan rakyat Aceh pada umumnya. T. Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon. Ia sempat berpesan kepada keluarganya: "Jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan di atas segala-galanya".
Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga di Lamreung, dua kilometer dari Lamnyong.
Penghargaan
Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974.
Kutipan
"Indonesia merdeka harus menjadi tujuan hidup kita bersama". (Disampaikan pada pidato bulan Maret 1945, dimana Teuku Nyak Arif menjadi Wakil Ketua DPR Seluruh Sumatra).
No comments:
Post a Comment