Bermula dan sebuah gagasan ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tahun 1968. Beliau mengungkapkan gagasan tentang betapa pentingnya adanya satu wadah yang dapat menampung para mantan anggota Pandu dari berbagai organisasi Kepanduan yang pernah ada di Indonesia, Dengan tujuan untuk meleslarikan jiwa dan semangat berbakti kepada bangsa dan negara sampai akhir hayat (once scout forever as scout).
Gagasan upaya ini berhasil dengan terbentuknya Himpunan Pandu Wreda yang disahkan oleh Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dengan Surat Keputusan No. 076/KN/75 tanggal 22 Juli 1975 dan dikokohkan pula oleh kongres pertama Himpunan Pandu Wreda tanggal 2 Agustus 1975 di Jakarta. Peristiwa ini selanjutnya diperingati sebagai hari Hipprada. Kemudian Himpunan Pandu Wreda berubah nama menjadi Himpunan Pandu Dan Pramuka Wreda yang diputuskan oleh Musyawarah Nasional ke-lll tahun 1983 di Ciater Subang Bandung dan dikuatkan dengan surat keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka nomor 060 Tahun 1989 dan pada tanggal 26 Juli 1977 himpunan ini diakui menjadi anggota International Fellowship of Former Scout and Guides (IFOFSAG) yang berpusat di Brussel Belgia Dalam Rakernas Hipprada di Wiladatika Cibubur Jakarta tanggal 19 - 20 Februari 2005 untuk meninjau kembali tentang nama Hipprada menjadi baku isi institusinya, antara lain menjadi:
a. Himpunan Pandu dan Pramuka dewasa
b. Himpunan Pandu dan Pramuka Indonesia
c. Pramuka Patria
d. Pramuka Putra Bangsa
Usulan nama-nama tersebut akan diputuskan dalam Munas ke-VIII tahun 2006 di Jakarta. Perjalanan Hipprada sclama ini tidak semulus yang diharapkan atau dicita-citakan untuk melestarikan pengabdian jiwa dan semangat pandu/Pramuka untuk lebih bericembang. Hal ini pertama sebagaian besar anggota Hipprada adalah para tokoh pandu yang tidak bergabung ke dalam Gerakan Pramuka. Diantara para anggota Hipprada ada yang kurang simpati terhadap Pramuka. Sebaliknya diantara anggota Pramuka yang kurang simpati pada Hipprada. Akibatnya terjadi "jarak* antara Hipprada dengan Gerakan Pramuka. Kedua sebagian besar anggota Hipprada saat ini adalah para mantan anggota pandu yang telah lanjut usia, mantan anggota Pramuka usia 26 tahun keatas masih enggan bergabung menjadi anggota Hipprada. Mereka menyatakan belum "wreda" yang dipersepsikan "pensiun" atau lansia. Kata-kata wreda memang membuat person merasa dituakan, padahal masih ingin tampil ber-Pramuka. Keputusan Rakemas Hipprada tentang institusi "wreda" diatas akan sedikit mengubah wawasan dalam pemikiran dan perasaan sudah "pensiun" tersebut.
Anggaran rumah tangga Hipprada pasal 1 disebutkan :
1. Anggota Hipprada terdiri:
a. Anggota Biasa
b. Anggota Kehormatan
2. Anggota biasa Hipprada adalah warga negara RI dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pernah menjadi anggota organisasi kepanduan.
b. Pramuka dewasa, yaitu Pramuka yang telah berusia 25 tahun dan masih aktif (anggota dewasa Pramuka) maupun yang tidak aktif lagi dalam Gerakan Pramuka,
c. Menyetujui AD Hipprada,
d. Mengajukan permintaan menjadi anggota.
Mengingat semboyan "sekali Pramuka tetap Pramuka" maka mereka tetap dinamakan Pramuka sekalipun tidak lagi aktif dalam Gerakan Pramuka.
Pada tanggal 4 sampai dengan 10 Juh 2005 bertempat di bendungan wisala Selorejo diselenggarakan Jambore Pramuka Jawa Timur 2005 yang dihadiri kurang lebih 3000 Pramuka. Dibuka oleh Gubernur Jawa Timur Kak Imam Utomo selaku majelis pembimbing daerah (Mabida) dan dihadiri pula oleh pengurus Hipprada daerah Jawa Timur yang mengenakan seragam Pramuka guna mendampingi anak didiknya yang tampil dalam Jambore Jawa Timur 2005 tersebut. Disini nampak keakraban dan pandangan yang sama betapa pentingnya anak-anak Pramuka sebagai penerus generasi bangsa merupakan satu kekuatan historis dengan para tokoh-tokoh pendahulunya sehingga hubungan "jarak" Hipprada dan Pramuka merupakan satu paket kekuatan yang tidak dapat dilepas dalam membimbing dan membina Pramuka untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan nyata dan produktif yang berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Keakraban ini antara mantan pandu. dan mantan Pramuka saling tukar informasi dan selayaknya kakak beradik dengan panggilan "kakak" untuk menghilangkan kesenjangan generasi tua dengan generasi penerus (sebutan kakak tercantum dalam keputusan Rakernas Hipprada Februari 2005 di Jakarta).
Suatu sambutan yang menarik dari ketua umum Hipprada Prof, DR. Haryono Suyono siap menyambut ajakan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Prof, Dr. Azrul Azwar untuk bergabung kedalamnya. Serta bersama-sama mengembangkan organisasi Pramuka menjadi besar dan meluas dikalangan generasi muda, karena kegiatan-kegiatan yang diajarkan dalam Pramuka memiliki keunggulan di bandingkan kegiatan pendidikan non formal lain yang ada disekolah. Keunggulan itu antara lain tercermin dari kegiatan-kegiatan yang dapat membentuk watak, kepribadian, sikap kemandirian dalam kebersamaan dan persaudaraan.
Ajakan bergabung kata Prof. Dr. Azrul Azwar dalam Rakernas Hipprada di Jakarta menyatakan bahwa ajakan itu didasarkan pada tidak ada istilah alumni dalam organisasi Gerakan Nasional Pramuka. Hal ihni terkait dengan semboyan "Sekali Pramuka tetap Pramuka” oleh sebab itu untuk menampung "alumni" yang berkeinginan aktif dalam kegiatan Pramuka disediakan tempat khusus bernama Hipprada. Hipprada nantinya akan masuk dalam struktur orgnasasi yang ada, sepertinya Satu Karya (Saka), kesehatan atau Saka Kencana.
Hipprada tidak perlu ada anggaran dasar (AD) tetapi cukup anggaran rumah tangga (ART). Karena sudah menjadi satu kesatuan, kata Kak Azrul Azwar, Ketua Kwarnas Pramuka. Pada hakekatnya dua organisasi Hipprada dan Pramuka lidak ada jarak atau perseteruan karena sama-sama memiliki kebersamaan misi dan visi tidak harus berjalan sendiri-sendiri.
Kendala sebenamya pada masalah komunikasi yang tidak lancar, oleh karena itu perlu terus ditingkatkan komunikasi terpadu dalam even-even tertentu saling menunjang dalam batas-batas kewenangan dan kewajiban yang telah ada. Semboyan "sekali pandu tetap pandu" memiliki kelebihan dalam jiwa mantan pandu, hal ini terlihat dalam kegiatan-kegiatan Pramuka. Mereka selalu tampil dan memberi semangat nyata dan kreatifitas. Selanjutnya bagaimana dengan tokoh-tokoh legendaris alau tokoh-tokoh pergerakan nasional di masa lalu? Tentu akan menarik dituturkan disini bahwa hubungan historis dengan Gerakan Pramuka masa kini masih berkesinambungan.
Bahwa para tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan yang pernah mengenyam pendidikan kepanduan dengan semangatnya tidak mengenal menyerah dan putus asa dalam aspek-aspek kedisiplinan dan berprilaku positif, percaya diri, toleransi pada sesamanya cukup besar karena telah mendapat didikan menjadi seorang yang mandiri yaitu setiap pandu dianggap sudah memiliki potensi untuk berkembang ke seluruh potensi dan bertanggung jawab atas perkembangan dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Disinilah letak perbedaan bagi mereka yang belum mengenal pendidikan kepanduan dengan mereka yang sudah menjiwai kepanduan.
Hipprada tidak perlu ada anggaran dasar (AD) tetapi cukup anggaran rumah tangga (ART). Karena sudah menjadi satu kesatuan, kata Kak Azrul Azwar, Ketua Kwarnas Pramuka. Pada hakekatnya dua organisasi Hipprada dan Pramuka lidak ada jarak atau perseteruan karena sama-sama memiliki kebersamaan misi dan visi tidak harus berjalan sendiri-sendiri.
Kendala sebenamya pada masalah komunikasi yang tidak lancar, oleh karena itu perlu terus ditingkatkan komunikasi terpadu dalam even-even tertentu saling menunjang dalam batas-batas kewenangan dan kewajiban yang telah ada. Semboyan "sekali pandu tetap pandu" memiliki kelebihan dalam jiwa mantan pandu, hal ini terlihat dalam kegiatan-kegiatan Pramuka. Mereka selalu tampil dan memberi semangat nyata dan kreatifitas. Selanjutnya bagaimana dengan tokoh-tokoh legendaris alau tokoh-tokoh pergerakan nasional di masa lalu? Tentu akan menarik dituturkan disini bahwa hubungan historis dengan Gerakan Pramuka masa kini masih berkesinambungan.
Bahwa para tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan yang pernah mengenyam pendidikan kepanduan dengan semangatnya tidak mengenal menyerah dan putus asa dalam aspek-aspek kedisiplinan dan berprilaku positif, percaya diri, toleransi pada sesamanya cukup besar karena telah mendapat didikan menjadi seorang yang mandiri yaitu setiap pandu dianggap sudah memiliki potensi untuk berkembang ke seluruh potensi dan bertanggung jawab atas perkembangan dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Disinilah letak perbedaan bagi mereka yang belum mengenal pendidikan kepanduan dengan mereka yang sudah menjiwai kepanduan.
No comments:
Post a Comment