Kiprah Gerakan Pramuka Bagi Bangsa Indonesia

Kiprah Gerakan Pramuka Bagi Bangsa Indonesia

Pendidikan Kepramukaan di Indonesia merupakan salah satu segi pendidikan nasional yang penting, yang merupakan bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Sejarah Kepramukaan berkaitan erat dengan usaha bangsa Indonesia mencapai kemerdekaanya, bahkan berkaitan erat dengan usaha mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu dalam bentuk pembangunan. 

Kaitan dan hubungan yang erat tersebut akan dapat terungkap dengan jelas, apabila orang mengkaji sejarah Kepramukaan dan juga memahami sejarah pergerakan bangsa Indonesia disamping sejarah bangsa Indonesiasecara umum.



Bagi Pembina maupun Pelatih Pembina Pramuka, mendalami sejarah Kepramukaan di Indonesia bermaksud agar :
  • Mengetahui proses pembentukan dan perkembangan Gerakan Pramuka dan mengetahui pula peranan apa yang dilakukan dalam perjuangan bangsa Indonesia.
  • Memahami kaitannya dengan usaha mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dalam bentuk pembangunan.
  • Mengetahui dan menginsafi kedudukan Gerakan Pramuka dalam hubungan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
  • Memahami kebijaksanaan dalam menyelenggarakan usaha pendidikan Kepramukaan di Indonesia.
  • Mampu menyajikan secara menarik tentang sejarah Kepramukaan di Indonesia kepada orang lain, terutama kepada Pembina Pramuka yang mengikuti kursus/ latihan.

Oleh karena itu disamping bahan rujukan Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KPD) maupun rujukan Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL), para pembina maupun pelatih pembina Pramuka perlu selalu berusaha memperkaya diri dalam pengetahuannya dengan lebih banyak menelaah pustaka yang ada antara lain; Rekaman 25 Tahun Gerakan Pramuka, 75 Tahun Kepanduan dan Kepramukaan dan sebagainya.


B.Sejarah Singkat

Gagasan bapak Kepanduan dunia Lord Baden Powell (Inggris) menarik, sehingga dilaksanakan juga di negara-negara lain diantaranya di Nederland (Padvinder, Padvinderrij).

Oleh orang Belanda gagasan itu kemudian dibawa dan dilaksanakan juga di wilayah jajahannya yang bernama Nederlands Indie (Indonesia). Dengan didirikannya cabang dari Nederlands Padvinders Organisatie (NPO) oleh P.J. Smith dan Mayoor de Yager (1912). Ketika pecah Perang Dunia I (1914) hubungan negara Belanda dan Indonesiamenjadi sukar. Oleh karena itu pada tanggal 4 September 1914, cabang NPO di Indonesia tersebut menjadi organisasi baru bernama Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIPV).

Oleh pemimpin-pemimpin di dalam pergerakan nasional gagasan itu diambil alih dan dibentuk organisasi Kepanduan yang tujuan membentuk manusia Indonesia yang baik, yaitu menjadi kader pergerakan nasional.

Pada tahun 1916 oleh S.P. Mangkunegara VII didirikan Javanse Padvinders Organisatie (JPO). Pangeran Suryobroto mendirikan “Taruna Kembang”, K.H. Akhmad Dahlan mendirikan “Padvinders Muhammadiyah” yang pada tahun 1920 nama itu dirubah menjadi “Hizbul Wathon”. 

Kemudian berdirilah bermacam-macam organisasi Kepramukaan seperti ; Nationale Ismatische Padvinderij (NATIPIJ), Sarekat Islam Afdeling Padvinderij (SIAP), Nationale Padvinders Organisatie (NPO), Jong Indonesiche Padvinders Organisatie (JIPO).

Sumpah Pemuda yang dicetuskan dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, benar-benar menjiwai Gerakan Kepramukaan nasional Indonesia untuk lebih bergerak maju. 

Pada tahun 1924 G.J. Ranneft datang ke Indonesia dan diangkat sebagai Komisaris Besar NIPV. Pada tanggal 23 April 1926 ia mengadakan konferensi di Yogyakarta, dengan maksud untuk mengadakan koordinasi dan kerja sama hingga dapat mempersatukan organisasi Kepramukaan di Indonesia.

Oleh karena NIPV tetap berorientasikan pada kepentingan kolonial Belanda, sedangkan kepramukaan nasional Indonesiaberorientasi pada kepentingan perjuangan bangsa Indonesia, maka usaha G. J. Ranneft tidak berhasil. 

Karena kegagalan itu NIPV yang merasa mempunyai kekuasaan lebih tinggi, melarang menggunakan kata Padvinder” atau Padvinderij” bagi kepramukaan nasional Indonesia. Karena larangan tersebut dan untuk memantapkan kepribadian bangsa Indonesia, maka H. Agus Salim menggunakan istilah Pandu dan Kepanduan untuk mengganti “Padvinder” dan Padvinderij”, berdasarkan hasil kongres SIAP tahun 1928 di Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah.

Dijiwai Sumpah Pemuda tahun 1928 yang mendorong organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan bersatu dalam organisasi yang bersifat nasional, maka timbulah niat untuk mengeratkan persatuan antar organisasi-organisasi Kepramukaan. Hal ini menjadi kenyataan pada tahun 1930 dengan adanya Indonesische Padvinders Organisatie (INPO), Pandu Kebangsaan (PK) dan Pandu Pemuda Sumatra (PPS) berdiri menjadi satu organisasi yaitu Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Kemudian terbentuklah suatu federasi yang dinamakan Persatuan Antar Pandu-Pandu Indonesia (PAPI) pada tahun 1931, yang kemudian berubah menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada tahun 1938. 

Diwaktu pendudukan Jepang (Perang Dunia II), oleh pengurus Jepang di Indonesia organisasi Kepramukaan dilarang adanya. Tokoh-tokoh Pandu banyak yang masuk dalam organisasi Gerakan Pemuda Tiga A, Seinendan, Keibondan dan Pembela Tanah Air (PETA). 

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, timbulah keinginan untuk kembali menghidupkan organisasi Kepramukaan Indonesia. Pada akhir September 1945, disusunlah panitia kesatuan Kepanduan Indonesia. 

Atas dorongan Ki Hajar Dewantara untuk mengadakan kesatuan kepramukaan, maka diselenggarakanlah Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta pada tanggal 27 s.d 29 Desember 1945, dengan suara bulat memutuskan membentuk suatu organisasi kesatuan Kepramukaan dengan nama “Pandu Rakyat Indonesia”. Keputusan ini dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 1945.

Pada upacara peresmian Pandu Rakyat Indonesia, para pemimpin Pandu menyatakan ikrar bersama yang disebut “Janji Ikatan Sakti”, yang isinya sebagai berikut :
  • Melebur segenap perkumpulan Kepanduan Indonesia dan dijadikan satu organisasi Pandu Rakyat Indonesia.
  • Tidak akan menghidupkan lagi Kepanduan yang lama.
  • Tanggal 28 Desember diakui sebagai “Hari Pandu” bagi seluruh Indonesia.
  • Mengganti Setangan leher yang beraneka warnanya dengan warna hitam.
  • Pandu Rakyat Indonesia diakui sebagai satu-satunya organisasi Kepramukaan Indonesia yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Nomor 93/ Bag. A, tanggal 14 Februari 1947.

Setelah berdirinya negara RIS pada bulan Desember 1949 di alam liberal, menimbulkan hasrat untuk menghidupkan kembali organisasi-organisasi Kepramukaan yang pernah ada. Maka berdirilah organisasi HW, SIAP, Pandu Islam Indonesia, Pandu Kristen, Pandu Katholik, KBI, dan lain-lain.

Menjelang tahun 1961 Kepramukaan Indonesia telah terpecah-pecah menjadi lebih dari seratus organisasi, suatu keadaan yang terasa sangat lemah, meskipun sebagian dari organisasi yang ada terhimpun dalam tiga organisasi federal kepramukaan yaitu Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) tanggal 13 September 1951, Persaudaraan Pandu Putri Indonesia (POPPINDO) tahun 1954, dan Kepanduan Putra Indonesia (KPI) yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia. Tahun 1955 IPINDO berhasil menyelenggarakan Jambore Nasional I di Pasar Minggu, Jakarta, yang diikuti berbagai organisasi Kepanduan Indonesia yang tergabung dalam IPINDO.

Setelah menyadari kelemahan akibat perpecahan, maka ketiga federasi tersebut melebur diri menjadi satu yang diberi nama Persatuan Kepanduan Indonesia(PERKINDO). Akan tetapi hanya kira-kira 60 buah saja dari 100 lebih organisasi Kepramukaan itu yang ikut di dalam PERKINDO, dan jumlah anggotanya secara keseluruhan lebih-kurang 500.000 orang. Lagi pula di dalam federasi itu sebagian dari 60 organisasi anggota PERKINDO, terutama yang berada di bawah naungan organisasi politik atau organisasi massa, tetap berhadapan/ berlawanan satu sama lain, sehingga tetap terasa lemah Gerakan Pramuka di Indonesia. Oleh PERKINDO dibentuklah suatu panitia untuk memikirkan jalan keluarnya. Panitia tersebut menyimpulkan, bahwa selain lemah terpecah-pecah, gerakan Pramuka Indonesia belum disesuiakan dengan keadaan dan kebutuhan bangsa dan masyarakat Indonesia, maka kurang memperoleh tanggapan dari bangsa dan masyarakat Indonesia. Kepramukaan hanya berjalan di kota-kota besar dan terdapat lingkungan orang-orang yang sedikit banyak sudah berpendidikan Barat, timbulah gagasan Presiden RIuntuk membentuk organisasi kepramukaan yang merupakan wadah organisasi kesatuan.

Kelemahan Gerakan Pramuka di Indonesia tersebut, mau dipergunakan oleh pihak Komunis sebagai alasan untuk memaksa Gerakan Pramuka menjadi pionir muda seperti yang terdapat di negara-negara komunis. Usaha pihak komunis ini sebenarnya bertentangan dengan Ketetapan MPRS Nomor II/ MPRS/ 1960, Pasal 30 c, yang berbunyi : “Dasar pendidikan Kepanduan ialah Pancasila”.

Adapun Ketetapan MPRS Nomor II/ MPRS/ 1960, yang memuat kata Kepanduan adalah sebagai berikut :
Pasal 741 : “Penerbitan Sistem Kepanduan”.
Lampiran A Pasal 349 ayat (30) : “Pendidikan Kepanduan” supaya diintensifkan dan menyetujui rencana pemerintah untuk mendirikan Pramuka (organisasi anak-anak).
Lampiran C ayat (8) : Kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa “Lord Baden Powellisme”.

Langkah untuk membentuk Kepramukaan yang merupakan wadah kesatuan dilaksanakan Presiden RI yakni Ir. Soekarno, dengan mengumpulkan para pemimpin dan tokoh Kepramukaan pada tanggal 9 Maret 1961. Pada waktu itulah presiden menunjuk 4 orang untuk membentuk Gerakan Pramuka, yakni :
  • Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX
  • Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Priyono
  • Menteri Pertanian, Dr. A. Azis Saleh
  • Menteri Transkopemuda, Achmadi.

Pada tanggal 5 April 1961, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961, tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :
  • Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
  • Dr. Priyono.
  • Dr. A.Azis Saleh.
  • Achmadi.
  • Mulyadi Djojomartono.

Perubahan panitia dari empat menjadi lima dengan penambahan Menteri Kesejahteraan Sosial Mulyadi Djojomartono, karena pihak komunis memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan Pancasila sebagai dasar pendidikan Kepramukaan. Akan tetapi dari beberapa orang yang mencintai kepramukaan menentangnya, dan dengan bantuan Perdana Menteri Djuanda, maka perjuangan mereka menghasilkan Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961 ditandatangani oleh Ir. H. Djuanda sebagai Pejabat Presiden RI, karena Presiden Ir. Soekarno sedang keluar negeri.

Semua organisasi Kepramukaan di Indonesia kecuali yang diselenggarakan oleh komunis, melebur diri masuk menjadi anggota Gerakan Pramuka. 

Gerakan Pramuka adalah suatu perkumpulan yang berstatus non pemerintah (bukan badan pemerintah) dan yang berbentuk kesatuan. Gerakan Pramuka diselenggarakan menurut jalan aturan demokrasi, dengan pengurusnya Kwartir Nasional, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Kwartir Ranting, yang dipilih di dalam musyawarah.

Di dalam Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, Gerakan Pramuka oleh pemerintah ditugaskan sebagai satu-satunya badan di wilayah Republik Indonesia yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, organisasi lain yang menyerupai dan yang sama sifatnya dengan Gerakan Pramuka dilarang adanya.

Dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka ditetapkan, bahwa dasar Gerakan Pramuka adalah Pancasila. Ditetapkan pula bahwa Gerakan Pramuka mendidikan anak-anak dan pemuda Indonesia dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang pelaksanaannya diserasikan dengan keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia. 

Hal inilah kemudian membawa banyak perubahan bagi Gerakan Pramuka, sehingga dapat mengembangkan kegiatannya secara meluas. 

Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan sebagaimana dirumuskan oleh Lord Baden Powell tetap dipegang, akan tetapi cara pelaksanaannya dirubah, yaitu diserasikan dengan keadaan dan kebutuhan nasional di Indonesia, dengan keadaan dan kebutuhan regional di masing-masing daerah di Indonesia, bahkan juga diserasikan dengan keadaan dan kebutuhan lokal di masing-masing desa di Indonesia.

Gerakan Pramuka ternyata jauh lebih kuat organisasinya, dan memperoleh tanggapan dari masyarakat luas, sehingga dalam waktu singkat telah berkembang dari kota-kota sampai kampung dan desa-desa. Kemajuan pesat tersebut juga berkat sistem Majelis Pembimbing yang dijalankan oleh Gerakan Pramuka dari tingkat Kwartir Nasional sampai tingkat Gugus Depan. 

Mengingat bahwa kira-kira 80% pendudukan Indonesia tinggal di desa, dan sekitar 75% penduduknya adalah keluarga petani, maka Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pada tahun organisasi yang pertama (1961) sudah menganjurkan agar para Pramuka menyelenggarakan kegiatan di bidang pembangunan masyarakat desa. 

Pelaksanaan anjuran tersebut terutama di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, kemudian Jawa Timur dan Jawa Barat, telah menarik perhatian para pemimpin bangsa Indonesia. Maka pada tahun 1966 Menteri Pertanian dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka mengeluarkan Instruksi Bersama, tentang Pembentukan Satuan Karya Pramuka Taruna Bumi. Saka Taruna Bumi tersebut dibentuk dan diselenggarakan khusus untuk memungkinkan adanya kegiatan Pramuka di bidang pendidikan cinta pembangunan pertanian dan pembangunan masyarakat desa secara lebih nyata dan lebih intensif. 

Disamping itu juga ada Satuan Karya Pramuka Dirgantara, Satuan Karya Pramuka Bahari, Satuan Karya Pramuka Bhayangkara, Satuan Karya Pramuka Wana Bakti, Satuan Karya Pramuka Bakti Husada dan Satuan Karya Pramuka Kencana, dan sebagainya. Anggota Satuan Karya tersebut terdiri atas Pramuka Penegak dan Pandega yang berminat. Bagi Pramuka Siaga dan Penggalang, tidak ikut dalam Satuan Karya tersebut, akan tetapi anggota Pramuka Penegak dan Pandega dalam Gugus Depannya bertugas menjadi instruktur bagi adik-adiknya dan rekan-rekannya dalam pencapaian kecakapan dan rasa cinta wawasan pertanian, angkasa, kelautan, kamtibmas, kehutanan, kesehatan, dan keluarga berencana, dan sebagainya.

Kegiatan Saka Taruna Bumi ternyata membawa perbaharuan, bahkan membawa semangat untuk mengusahakan penemuan-penemuan baru (inovasi) pada pemuda-pemuda desa, yang selanjutnya mempengaruhi seluruh rakyat desa. Pembangunan pertanian dan masyarakat desa tersebut telah mengalami kemajuan pesat sehingga menarik perhatian badan internasional seperti FAO, INICEF, UNESCO, ILO, dan World Organization of the Scout Movement. 

Dalam perkembangan masyarakat Indonesiadewasa ini, dihadapi berbagai masalah sosial, seperti kepadatan penduduk, urbanisasi, pengangguran, dan sebagainya. Berhubungan dengan hal itu, maka pada tahun 1970 Menteri Transmigrasi dan Koperasi bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka mengeluarkan suatu instruksi, tentang partisipasi Gerakan Pramuka dalam menyelenggarakan transmigrasi dan pembinaan gerakan koperasi.

Karena makin banyaknya anak yang putus sekolah, maka Gerakan Pramuka juga mengarahkan perhatiannya kepada pendidikan kejuruan untuk memberi bekal hidup kelak kepada anak-anak, pemuda-pemuda, dan para remaja putus sekolah. Untuk itu diadakan kerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 

Dalam rangka usaha peningkatan kecakapan, keterampilan, pengalaman dan pengetahuan, serta bukti masyarakat, Gerakan Pramuka juga mengadakan kerja sama dengan banyak instansi antara lain : Palang Merah Indonesia (PMI), Bank Indonesia (BI) dalam bentuk tabanas/ Tapelpram, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pertanian dan Kehutanan, Departemen Pertahanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Pertanian dan Kehutanan, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, P.T. Garuda Indonesia Airways, dan sebagainya.
READ MORE

SHARE THIS

No comments:

Post a Comment

X CLOSE
Advertisements
X CLOSE
Advertisements