Menaksir tinggi merupakan salah satu materi teknik kepramukaan yang wajib diketahui. Menaksir tinggi akan sangat berguna saat melakukan kegiatan di alam terbuka. Pun di samping itu, materi menaksir termasuk salah satu materi yang diujikan dalam SKU Pramuka Penggalang. Dalam Syarat Kecakapan Umum Pramuka Penggalang sebagaimana SK Kwarnas No. 198 Tahun 2011, ketrampilan menaksir tinggi menjadi salah satu syarat kecakapan yang diujikan pada SKU Pramuka Penggalang Ramu dan Terap, yaitu:
- Dapat menjelaskan kompas, menaksir tinggi dan lebar (SKU Penggalang Ramu; kecakapan nomor ke-24)
- Dapat membuat peta perjalanan, peta lapangan, menjelaskan rumus menaksir: tinggi, lebar, kecepatan dan kedalaman (SKU Penggalang Terap; kecakapan nomor ke-24)
- Oleh karena itu, materi dan tata cara menaksir tinggi wajib dikuasai oleh setiap pramuka terutama bagi pramuka penggalang.
Menaksir sendiri dapat diartikan sebagai “menentukan sesuatu (harga, banyaknya, jumlah, ukuran, dan sebagainya) dengan kira-kira”. Sehingga menaksir tinggi dapat diartikan sebagai menentukan ukuran tinggi sebuah obyek dengan kira-kira. Karena sifatnya yang “kira-kira” maka menaksir jelaslah berbeda dengan mengukur. Dalam menaksir tinggi kita dituntut untuk mengetahui (menentukan) sebuah ukuran tinggi sebuah obyek dengan menggunakan alat seadanya.
Melakukan Penaksiran Tinggi Dengan Metode Perbandingan Segitiga
Dalam menaksir tinggi terdapat berbagai cara dan metode seperti metode menaksir tinggi dengan menggunakan bantuan bayangan, metode segitiga siku-siku (45 derajat), dan lain sebagainya. Pada kesempatan ini kita akan mempelajari menaksir tinggi dengan menggunakan metode perbandingan segitiga. Metode ini memanfaatkan teori kesebangunan segitiga. Dengan menggunakan metode menaksir ini, hasil yang didapat akan lebih akurat serta memudahkan dalan verifikasi ulang ataupun pengecekan kembali (termasuk penilaian) karena menggunakan rumus yang sistematis.
Namun menaksir tinggi dengan menggunakan metode perbandingan segitiga ini hanya bisa dilakukan jika kondisi tanah di sekitar obyek yang ditaksir dalam kondisi datar. Jika kontur tanah miring harus menggunakan metode yang lain karena hasilnya dipastikan tidak akan akurat.
Diumpamakan sedang menaksir tinggi sebuah pohon. Untuk mempermudah penjelasan, perhatikan gambar berikut:
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Selanjutnya, cari tahu kesimpulan berikut:
Dengan demikian hasilnya adalah: 2 X 8: 3 = 5 1/3.
Pohon yang begitu tinggi diperkirakan / diperkirakan +: 5 1/3 meter
Dengan RUMUS: AB: AD = BC: DE
Keterangan:
- Satu berdiri di bawah pohon, lalu melangkah maju misalnya 8 meter.
- Baru saja melangkah ke 8 meter satu fajar dan mengarah ke ujung pohon.
- Seorang pria lain yang memegang tongkat 2 meter melangkah perlahan ke arah pohon di bawah komando komandan komando.
- Jika Anda memiliki tembakan lurus antara ujung tongkat dan ujung pohon, si pengintai berteriak berhenti.
- Setelah itu ukur jarak tongkat berdiri dengan posisi pejalan kaki (bila dalam panjang 3 meter)
Selanjutnya, cari tahu kesimpulan berikut:
- Jarak pohon dengan kurator: 8 meter.
- Panjang tongkat: 2 Meter.
- Jarak tongkat dengan pemicu: 3 Meter.
Dengan demikian hasilnya adalah: 2 X 8: 3 = 5 1/3.
Pohon yang begitu tinggi diperkirakan / diperkirakan +: 5 1/3 meter
Dengan RUMUS: AB: AD = BC: DE
Keterangan:
- AB : Pengukur jarak dengan tongkat
- BC : Jarak tongkat dengan pohon
- AD : AB + BC
- BE : Panjang tongkat
- DC : Tinggi Pohon
Yang perlu diperhatikan agar dalam melakukan penaksiran tinggi mendapatkan hasil yang paling akurat adalah:
- Saat melakukan pengintaian, posisi mata harus sedekat mungkin dengan tanah. Untuk itu sentuhkan kepala ke tanah dan pejamkan mata yang sebelah atas sehingga pengintaian (pembidikan) menggunakan satu mata yang terdekat dengan tanah.
- Posisi tongkat (BE) saat pembidikan harus benar-benar tegak lurus dengan tanah jangan miring.
Pada langkah-langkah di atas posisi titik BE tidak berubah. Jika pengintaian belum menghasilkan garis “AED” yang lurus, lokasi pengintaian (titik A) yang diubah maju atau mundur. Bagi beberapa pramuka ada yang memilih titik A (lokasi pengintaian) sebagai titik statis statis yang tidak berubah-rubah lokasinya sebaliknya titik “BE” (tongkat) berubah maju mundur hingga pengintaian menghasilkan garis “AED” yang lurus. Jika memilih langkah yang demikian pengukuran titik AB dan BC dilakukan setelah pengintaian selesai. Jika sobat masih bingung silakan tonton video berikut ini :
Itulah langkah-langkah dan rumus menaksir tinggi dengan menggunakan metode perbandingan segitiga. Di samping membutuhkan ketelitian juga dibutuhkan kerja sama antar anggota regu agar proses penaksiran berjalan lancar dan hasilnya akurat.
No comments:
Post a Comment